Sejarah
Awal Mula Bahasa Indonesia
Dewasa ini, bangsa
Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa
pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik
sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada
media cetak dan elektronik.
Memang ada sisi
baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai “jembatan”
komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain
(termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia
pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi buruknya, terutama bahwa
‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan
tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis
Melanesia di tanah Papua. Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius
sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka
‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini
seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan
bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
Apabila menenggok lebih
jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal
para nasionalis Indonesia, selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal
tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu,
wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali
wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku.
Selebihnya hanya bayang-bayang penjara besar – Boven Digul, di tengah sebagian
besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
Ini berarti bangsa
Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan
penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan
sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili
bangsa Papua dalam peristiwa tersebut, kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan
semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi
di Papua, apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu
itu, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan
Papua berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat
bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme
yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru bangsa Papua belum
‘mengenal’ NKRI.
Dari tiga fakta ini,
bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak
sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah pada tahun 1963 ketika Orde
Lama mencanangkan operasi Trikora, dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde
Baru tahun 1969 bahasa Indonesia mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.
Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia
sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia
hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya
sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi
masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing
sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll.
Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk
taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah
sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata
“Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti
“India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi kata Indonesia berarti kepulauan
India, atau kepulauan yang berada di wilayah India
Bahasa Indonesia
diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia
merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata
baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing.
Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari
bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam
Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan
‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal
dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe
laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa
Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli
jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. atau sebagaimana
diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara,
“…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah
bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat
Indonesia”.
Secara sejarah, bahasa
Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur
maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek
temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara
sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir”
atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru
tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata
bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk
komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan
di perguruan-perguruan di Indonesia.
Bahasa Melayu di
Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun
pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya
masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa
Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah
penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia
pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang
sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa
Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa Jawa
digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa
dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik
Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Melayu Riau yang
dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda,
atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama
suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau
selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa
Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa
Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa Melayu bukan
hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu
selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan
Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa
Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti
Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan
nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa
Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam
berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan
kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi
(dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal
ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Begitulah Awal
Mula Bahasa Indonesia yang dapat awalmula.com rangkum
dari berbagai sumber, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita
seputar sejarah asal usul bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar