Rabu, 08 Januari 2014

Pemerolehan bahsa

                   Pemerolehan Bahasa

Istilah pemerolehan merupakan padanan kata acquisition. Istilah ini dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama sebagai salah satu perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir (Darmojuwono dan Kushartanti, 2005: 24). Secara alamiah anak akan mengenal bahasa sebagai cara berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Bahasa pertama yang dikenal dan selanjutnya dikuasai oleh seorang anak disebut bahasa ibu (native language). Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang diperoleh atau dikuasai anak. Bahasa sang ibu adalah bahasa yang dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan anak yang sedang dalam proses pemerolehan bahasa ibunya. Menurut Chomsky dalam darjowidjojo (2008: 242) bahasa sang ibu adalah bahasa yang dipakai tidak selamanya apik. Akan tetapi, dari input yang tidak aktif ini anak dapat menyaringnya menjadi system yang apik.  Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadap anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Antonim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.
Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia tertentu anak lain atau bahasa kedua (B2) yang ia kenalnya sebagai khazanah pengetahuan yang baru. Disamping itu anak juga dapat melakukan simbolik, seperti meniup untuk menandakan panas, mengangkat kedua tangannya untuk menandakan bahwa ia ingin digendong, dan ini muncul pada saat anak mengatakan kata pertama mereka, anak menunjukkan pemahaman bahwa symbol tersebut dapat merujuk kepada objek, peristiwa, hasrat, dan kondisi tertentu. Gerak isyarat muncul sebelum anak menguasai 25 kosakata dan menghilang ketika anak belajar kata untuk sesuatu yang diisyaratkannya dan mengucapkannya sebagai ganti isyarat tersebut. (Lock, Young, Sevice, & Chandler: 1990)
Menurut Brookes (dalam Yusoff & Mohamed, 1995), pemerolehan bahasa dalam bentuk yang paling sederhana bagi setiap bayi bermula pada waktu bayi itu berusia lebih kurang 18 bulan dan mencapai bentuk yang hampir sempurna ketika berusia lebih kurang empat tahun. lalu Simanjuntak (1982) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa adalah penguasaan bahasa oleh seseorang secara tidak langsung dan dikatakan aktif apabila di kalangan anak-anak dalam lingkungan usia 2-6 tahun. Hal ini tidaklah sama dengan orang dewasa dalam memperoleh bahasa yang kadarnya tidak sehebat anak-anak.
Sebelum bayi dapat menggunakan kata, mereka mengungkapkan kebutuhan dan perasaan mereka melalui suara, yang dimulai dari tangisan, sergahan, dan mengoceh kemudian imitasi tanpa sengaja, dan tanpa mengetahui maknanya, dan akhirnya meniru dengan maksud, yang bisa dikenal dengan prelinguistc speech (bahasa pralinguistik). Dan biasanya bayi mulai berbicara di akhir tahun pertama, dan mulai berbicara dalam kalimat pada bulan pertama atau sebelum delapan bulan hingga satu tahun kemudian. (Diane E, S. W, & Papalia: 2008). Menurut Lester & Boukydis dalam D. E, S. W, & Papalia, menangis adalah satu-satunya cara bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi, berbagai nada, pola, dan intensitas memberikan sinyal rasa lapar, mengatur, atau marah.

Maka dapat disimpulkan dari apa yang telah dipaparkan, bahwa proses pemerolehan bahasa atau aspek perkembangan lainnya itu tergantung pada keterjalinan antara yang bersifat bawaan dan yang bersifat pengajaran. 

pengaruh bahasa pertama

Pengaruh Bahasa Pertama Pada Pamerolehan Bahasa 2
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya. Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya. Selain dua situasi di atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi gvbmasukan baru yang berbeda pula. Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo. Ketika anak memasuki sekolah, ia mendapatkan seorang teman yang berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang berarti mengapa maka bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya. Seorang guru pada jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa akan merasa kebingungan karena ada lima bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan kognetifnya baik atau lebih dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa Sekayu, Palembang, Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia. Kenyataan inilah yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa pertama yang didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk digunakan dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal. Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal.
 Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep serta makhluk sosial. Tarigan memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasala dari konsep kognetif serta perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri tidak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anakH ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua (B2). Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut, tidaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya. Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2).
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang pengganti orangtua, oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anak, mempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan. Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka dampak negatif yang akan diperoleh anak. Sebagai contoh seorang guru matematika mengajarkan hasil penjumlahan. Guru menanyakan proses penjumlahan dengan menggunakan bahasa Palembang “Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi anak yang berasal dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa saja menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang), tetapi anak yang tidak berasal dari daerah Palembang yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa kedua (B2). Sebaliknya jika guru matematika tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga belajar di kelas yang bersangkutan. Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah kenyataan yang komunikatif antara petutur dan penutur apabila warga kelasnya sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila anak sebagai peserta didik tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah atau bahasa pertama (B1) yang juga sering disebut sebagai bahasa ibu dalam komunikasi di lingkungan formal maka sangat sulit guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia pendidikan. Begitu pula apabila guru dan anak sebagai peerta didik selalu menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka tidak mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang dikuasai anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan. Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1).

 Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar. ‘

sastra


 Perkembangan Sastra


Sudah sejak abad ke-19 ada hasil-hasil sastra berbahasa Melayu yang tidak ditulis oleh orang-orang yang berasal dari Kepulauan Riau atau Sumatra. Juga bahasa yang dipergunakannya akan sulit disebut sebagai bahasa Melayu yang murni atau bersih. Bahasa Melayu yang dipergunakan oleh para pengarang itu bukanlah bahasa Melayu Tinggi, melainkan bahasa Melayu rendah atau bahasa Melayu pasar.
Sementara itu hasil-hasil sastra Melayu yang ditulis dalam bahasa Melayu Tinggi juga bukan main banyaknya.Kesusastraan Melayu termasuk kesusastraan yang kaya di Kepulauan Nusantara. Banyak hikayat-hikayat, syair-syair, pantun-pantun, dan karya-karya sastra lain yang indah-indah dan usianya sudah berabad-abad. Hikayat si Miskin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Amir Hamzah, Syair Bidasari, Syair Ken Tambuhan, dan Sejarah Melayu ialah beberapa di antara karya-karya sastra klasik Melayu.
Pengarang-pengarangnya pun tidak sedikit, terutama berasal dari lingkungan ulama dan kesultanan di Kepulauan Riau. Di antara yang paling termashur ialah Raja Ali Haji, Nurudin Ar-Raniri, Tun Sri Lanang, Hamzah Fansuri, Abdulah bin Abdulkadir Munsyi. Abdulah terkenal karena usaha-usahanya memperbaharui sastra Melayu. Yang dikisahkannya bukanklagi fantasi tentang raja-raja dan putrera-puteri yag cantik, melainkan kehidupan sehari-hari. Ia hidup pada paroh pertama abad ke-19 dan menghasilkan karya-karya yang sekarang telah menajdi klasik; antara lain Syair Singapura Terbakar (1830), Kisah Pelayaran Abdulah dari Singapura ke Kelantang (1838), Hikayat ABdulah bin abdullkadir Munsyi (1894), dan kIsah Pelayaran abdulah ke Negri Jiddah (1849).
`Perbedaan bangsa yang menjajah menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam pertumbuhan kebudyaan, cita-cita politik dan pola pikir suku-suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Meskipun demikian, penduduk wilayah-wilayah yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa penjajah merasakan nasib dan penderitaan yang sama, sehingga perhubungan antara penduduk daerah yang semula disebut "Nederlandsch Indie" (Hindia Belanda) semakin erat.
Persaan tak puas karena menjadi hamba di tanah air sendiri, menyebabkan timbulnya perlawanan berupa pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Memang mula-mula perlawanan-perlawanan itu bersifat sporadis, terpecah-pecah dan merupakan perlawanan suatu suku bangsa melawan orang asing. Namun saat itu yang dianggap orang "asing" itu bukan hanya kulit putih, meliankan juga semua suku bangsa lain yang berasall dari Nusanrtara juga. Hal itu memudahkan Belanda untuk mengadu domba dan politik devide et impera efektif sekali untuk mellumpuhkan perlawanan orang bumi putra terhadap penjajahan Belanda.

Tapi, pada awal abad ke-20 mulailah para pemimpin dan pejuang kemerdekaan kita sadar akan kelemahan dirinya dan akan kekuatan lawannya. Maka berasal dari perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama hidup di bawah cengkraman penjajah yang satu, tumbuhlah kesadaran nasional. Api nsionalisme itu menghilangkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh karena perbedaan sejarah, lingkungan kebudyaan, bahasa, adat-istiadat, temperamen dan watak. Dalam menghadapi musuh bersama yang satu, yang diperhitungkan bukan perbedaan di antara suku-suku bangsa itu, melainkan persamaan-persamaannya. Kesadaran itulah yang kemudian pada tahun 1928 dirumuskan dalam sebuah sumpah bersama yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Selasa, 07 Januari 2014

menulis

 Menulis sebagai Suatu Proses

 


Pembelajaran menulis sebagai suatu proses di sekolah dasar mengisyaratkan kepada guru untuk memberikan bimbingan nyata dan terarah yang dapat meningkat-kan kemampuan menulis siswa. Hal ini dilakukan guru melalui tahap-tahap proses menulis, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pramenulis, menulis, pasca-menulis), dan evaluasi.
Kegiatan menulis merupakan keterampilan mekanis yang dapat dipahami dan dipelajari. Menulis sebagai suatu proses terdiri atas beberapa tahapan. Tompkins (1994) dan Ellis dkk. (1989) menguraikan lima tahapan menulis, yaitu pra-menulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi. Pada pramenu-lis, siswa diberi kesempatan menentukan apa yang akan ditulis, tujuan menulis, dan kerangka tulisan. Setelah siswa menentukan apa yang akan ditulis dan siste-matika tulisan, siswa mengumpulkan bahan-bahan tulisan dengan menggunakan buku-buku dan sumber lainnya untuk memudahkan dalam penulisan. Pada penge-drafan, siswa dibimbing menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaannya dalam bentuk draf kasar. Pada tahap perbaikan, siswa merevisi draf yang telah disusun. Siswa dapat meminta bantuan guru maupun teman sekelas untuk membantu dan mempertimbangkan gagasan yang dikemukakan. Pada tahap penyuntingan, siswa dilatih untuk memperbaiki aspek mekanik (ejaan, tanda baca, pilihan kata, dan struktur kalimat) yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki karangan sendiri maupun teman sekelas. Pada tahap publikasi, siswa menyampaikan tulisan kepada teman sekelas untuk meminta masukan dari guru dan teman sekelas agar mereka dapat berbagi informasi sehingga tulisan menjadi sempurna.
Siswa menjadi partisipan aktif dalam seluruh tahapan menulis proses: pra-menulis, pengedrafan, perbaikan, dan penyuntingan sehingga siswa memahami betul apa yang ditulisnya. Ketika menentukan topik yang akan ditulis, di benak siswa tergambar sejum-lah informasi yang akan ditulis. Informasi yang tersimpan di benak siswa dituang-kan dalam sebuah tulisan dengan bantuan guru dan teman sekelas. Ketika menulis, siswa bebas mengungkapkan gagasan dengan cara menghubungkan kalimat seca-ra utuh dan padu membentuk sebuah paragraf serta menuangkannya pada tulisan. Siswa menggunakan bahan-bahan pustaka untuk mendukung tulisannya dan berdiskusi dengan guru dan teman sekelas apabila ada bahan tulisan yang kurang jelas.


Perkembangan multimedia

Perkembangan Multimedia dalam  Bidang Pendidikan



Dulu sebelum komputer belum begitu dikenal di Indonesia, Guru atau Dosen dalam menyampaikan materinya masih menggunakan tulisan atau lisan kepada siswa atau muridnya, apalagi kalo kita melihat kembali kebelakang sekitar 10 yang lalu, saya juga masih mengalami dan menikmati penyampaian guru dalam memberikan materinya dengan kapur tulis dan kata-kata lisan.
Perkembangan teknoloagi multimedia telah menjanjikan potensi besar dalam  merubah cara seseorang untuk belajar, untuk memperoleh informasi, menyesuaikan informasi dan sebagainnya. Multimedia juga menyediakan peluang bagi pendidik untuk mengembangkan teknik pembelajaran sehingga menghasilkan hasil yang maksimal.
Demikian juga bagi pelajar, dengan multi media diharapkan mereka akan lebih mudah  untuk menentukan dengan apa dan bagaiamana siswa untuk dapat menyerap informasi secara cepat dan efisien. Sumber informasi tidak lagi terfokus pada teks dari buku semata mata tetapi lebih luas dari itu. Kemampuan teknologi multimedia yang telah terhubung internet akan semakin menambah kemudahan dalam mendapatkan informasi yang diharapkan.
Pada dasarnya penggunaan komputer atau yang disebut sebagai teknologi informasi   dalam menyampaikan bahan pengajaran memungkinkan untuk melibatkan pelajar  secara aktif serta dapat memperoleh umpan balik secara cepat dan akurat. Komputer menjadi popular sebagai media pengajaran karena komputer memilki keistimewaan  yang tidak dimilki oleh media pengajaran lain sebelum adanya komputer (Munir,2005). Diantara keistimewaan komputer sebagai media, yaitu :
Hubungan interaktif : komputer menyebabkan terwujudnya hubungan antarastimulus dan resfons, menumbuhkan inspirasi dan meningkatkan minat.
Pengulangan : komputer memberikan fasilitas bagi pengguna untuk mengulang materi atau bahan pelajaran yang diperlukan, memperkuat proses pembelajaran dan memperbaiki inagtan, memiliki kebebasan dalam memilih materi atau bahan pelajaran.
Umpan balik dan peneguhan : media komputer membantu pelajar memperoleh umpan balik (feedback) terhadap pelajaran secara leluasa dan dapat memacu motivasi pelajar dengan peneguhan positif yang diberi apabila pelajar memberikan jawaban.
Simulasi dan uji coba : media komputer dapat mensimulasikan atau menguji coba penyajian bahan pelajaran yang rumit dan teliti


indonesia

Sejarah Awal Mula Bahasa Indonesia

Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.
Memang ada sisi baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai “jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi buruknya, terutama bahwa ‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua. Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
Apabila menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia, selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu, wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya hanya bayang-bayang penjara besar – Boven Digul, di tengah sebagian besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
Ini berarti bangsa Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut, kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi di Papua, apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan Papua berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru bangsa Papua belum ‘mengenal’ NKRI.
Dari tiga fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah pada tahun 1963 ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora, dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969 bahasa Indonesia mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata “Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti “India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Begitulah Awal Mula Bahasa Indonesia yang dapat awalmula.com rangkum dari berbagai sumber, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita seputar sejarah asal usul bahasa Indonesia.


sejarah teknologi

Sejarah Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perkembangan peradaban manusia diiringi dengan perkembangan cara penyampaian informasi (yang selanjutnya dikenal dengan istilah teknologi informasi), mulai dari gambar-gambar yang tak bermakna di dinding-dinding gua, peletakan tonggak sejarah dalam bentuk prasasti, sampai diperkenalkannya dunia arus informasi yang dikenal dengan nama internet.
1. Masa Prasejarah
Pada zaman ini, teknologi informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh manusia berfungsi sebagai sistem untuk pengenalan bentuk-bentuk yang manusia kenal. Untuk menggambarkan informasi yang diperoleh, mereka menggambarkannya pada dinding-dinding gua tentang berburu dan binatang buruannya. Pada masa ini, manusia mulai mengidentifikasi benda-benda yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka, kemudian melukiskannya pada dinding gua tempat tinggalnya. Awal komunikasi mereka pada zaman ini hanya berkisar pada bentuk suara dengusan dan menggunakan isyarat tangan.
Pada zaman prasejarah mulai diciptakan dan digunakan alat-alat yang menghasilkan bunyi dan isyarat, seperti gendang, terompet yang terbuat dari tanduk binatang, dan isyarat asap sebagai alat pemberi peringatan terhadap bahaya.
Piktografi
a. 3000 SM
Untuk yang pertama kali, tulisan digunakan oleh bangsa Sumeria dengan menggunakan simbol-simbol yang dibentuk dari piktografisebagai huruf. Simbol atau huruf-huruf ini juga mempunyai bentuk bunyi (penyebutan) yang berbeda sehingga mampu menjadi kata, kalimat, dan bahasa.
b. 2900 SM
Pada 2900 SM, bangsa Mesir Kuno menggunakan huruf hieroglif. Hieroglif merupakan bahasa simbol, dimana setiap ungkapan diwakili oleh simbol yang berbeda. Jika simbol-simbol tersebut digabungkan menjadi satu rangkaian, maka akan menghasilkan sebuah arti yang berbeda. Bentuk tulisan dan bahasa hieroglif ini lebih maju dibandingkan dengan tulisan bangsa Sumeria.
c. 500 SM
Pada 500 SM, manusia sudah mengenal cara membuat serat dari pohon papyrus yang tumbuh di sekitar sungai Nil.Serat papyrus dapat digunakan sebagai kertas. Kertas yang terbuat dari serat pohon papyrus menjadi media untuk menulis atau media untuk menyampaikan informasi yang lebih kuat dan fleksibel dibandingkan dengan lempengan tanah liat yang sebelumnya juga digunakan sebagai media informasi.
d. 105 M
Pada masa ini, bangsa Cina berhasil menemukan kertas. Kertas yang ditemukan oleh bangsa Cina pada masa ini adalah kertas yang kita kenal sekarang. Kertas ini dibuat dari serat bambu yang dihaluskan, disaring, dicuci, kemudian diratakan dan dikeringkan. Penemuan ini juga memungkinkan sistem pencetakan yang dilakukan dengan menggunakan blok kayu yang ditoreh dan dilumuri oleh tinta atau yang kita kenal sekarang dengan sistem cap.
Kertas yang ditemukan Bangsa Cina
2. Masa Modern (1400 M s.d. Sekarang)
a. Tahun 1455
Pada 1455, untuk pertama kalinya Johann Gutenberg mengembangkan mesin cetak dengan menggunakan plat huruf yang terbuat dari besi dan dapat diganti-ganti dalam bingkai yang terbuat dari kayu.
b. Tahun 1830
Augusta Lady Byron menulis program komputer yang pertama di dunia. Ia bekerja sama denganCharles Babbage menggunakan mesin analytical yang didesain sehingga mampu memasukkan data, mengolah data, dan menghasilkan bentuk keluaran dalam sebuah kartu. Mesin ini dikenal sebagai bentuk komputer digital yang pertama, walaupun cara kerjanya lebih bersifat mekanis daripada bersifat digital.
c. Tahun 1837
Telegraf dan Penemunya (Samuel Morse)
Samuel Morse mengembangkan telegraf dan bahasa kode morse bersama Sir William Cook dan Sir Charles Wheatstone. Morse menggunakan kode-kode sederhana untuk mewakili pesan-pesan yang ingin dikirimkan dengan menggunakan pulsa listrik melalui kabel tunggal. Namun sinyal-sinyal yang dapat dikirim dengan baik hanya berada dalam jarak 32 km. Untuk jarak yang lebih jauh, sinyal-sinyal yang diterima menjadi terlalu lemah untuk direkam. Kemudian, Morse membangun peralatan relai yang ditempatkan di setiap 32 km dari stasiun sinyal. Relai tersebut berfungsi untuk mengulangi sinyal yang diterima dan mengirimnya kembali ke 32 km berikutnya. Relai terdiri dari sakelar yang dioperasikan secara elektromagnetik. Sistem telegraf kemudian segera digunakan untuk bisnis yang membutuhkan pengiriman pesan secara cepat untuk jarak yang jauh, seperti surat kabar dan pesan untuk perjalanan kereta api.
d. Tahun 1877
Pada 1877, Alexander Graham Bell menciptakan dan mengembangkan telepon yang dipergunakan pertama kali secara umum. Pada 1879, sistem pemanggilan telepon mulai menggunakan nomor yang menggantikan sistem pemanggilan nama. Hal ini untuk mencegah operator yang tidak mengenal semua pelanggan. Sistem penomoran telepon menggunakan huruf dan angka, dimana nomor telepon menggunakan sistem dua huruf dan lima digit angka.
e. Tahun 1889
Pada 1889, Herman Hollerith menerapkan prinsip kartu perforasi untuk melakukan penghitungan. Tugas pertamanya adalah menemukan cara yang lebih cepat untuk melakukan perhitungan bagi Biro Sensus Amerika Serikat. Sensus yang dilakukan pada 1880 membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menyelesaikan perhitungan. Dengan berkembangnya populasi, Biro Sensus tersebut memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk menyelesaikan perhitungan sensus.
Hollerith menggunakan kartu perforasi untuk memasukkan data sensus yang kemudian diolah oleh alat tersebut secara mekanik. Sebuah kartu dapat menyimpan hingga 80 variabel. Dengan menggunakan alat tersebut, hasil sensus dapat diselesaikan dalam waktu enam minggu. Selain memiliki keuntungan dalam bidang kecepatan, kartu tersebut berfungsi sebagai media penyimpan data. Tingkat kesalahan perhitungan juga dapat ditekan secara drastis.
f. Tahun 1931
Pada 1931, Vannevar Bush membuat sebuah kalkulator untuk menyelesaikan persamaan differensial. Mesin tersebut dapat menyelesaikan persamaan differensial kompleks yang selama ini dianggap rumit oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Mesin tersebut sangat besar dan berat karena ratusan gerigi dan poros yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan.
g. Tahun 1939
Pada 1939, Dr. John V. Atanasoff dan dibantu oleh Clifford Berry berhasil menciptakan komputer elektronik digital pertama. Sejak saat ini, komputer terus mengalami perkembangan sehingga menjadi semakin canggih. Mengenai sejarah perkembangan komputer ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
h. Tahun 1973 – 1990
Pada masa ini, istilah internet diperkenalkan dalam sebuah paper tentang TCP/IP. Secara harfiah, internet (interconnected networking) diartikan sebagai rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Rangkaian pusat yang membentuk internet diawali pada 1969 sebagai ARPANETyang dibangun oleh ARPA (United States Department of Defense Advanced Research Projects Agency). Beberapa penyelidikan awal yang disumbang oleh ARPANET di antaranya adalah kaedah rangkaian tanpa pusat (decentralised network), teori queueing, dan kaedah pertukaran paket (packet switching).
Pada 1981, National Science Foundation mengembangkan backbone yang disebut CSNET dengan kapasitas 56 Kbps untuk setiap institusi dalam pemerintahan.
Pada 1 Januari 1983, ARPANET menukar protokol rangkaian pusatnya, dari NCP ke TCP/IP. Ini merupakan awal dari Internet yang kita kenal sekarang. Kemudian pada 1986, IETF mengembangkan sebuah server yang berfungsi sebagai alat koordinasi di antara DARPA, ARPANET, DDN, dan Internet Gateway. Pada 1990-an, internet telah berkembang dan menyambungkan banyak pengguna jaringan-jaringan komputer yang ada.
i. Tahun 1991 – Sekarang
Sistem bisnis dalam bidang IT pertama kali terjadi ketika CERN memungut bayaran dari para anggotanya untuk menanggulangi biaya operasionalnya. Pada 1992, mulai terbentuk komunitas internet dan diperkenalkannya istilah World Wide Web (www) oleh CERN. Pada 1993, NSF membentuk InterNIC untuk menyediakan jasa pelayanan internet menyangkut direktori dan penyimpanan data sertadatabase (oleh AT&T), jasa registrasi (oleh Network Solution Inc), dan jasa informasi (oleh General Atomics/CERFnet). Pada 1994, pertumbuhan internet melaju dengan sangat cepat dan mulai merambah ke dalam berbagai segi kehidupan manusia dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Pada 1995, perusahaan umum mulai diperkenankan menjadi provider dengan membeli jaringan di backbone. Langkah ini memulai pengembangan teknologi informasi, khususnya internet dan penelitian-penelitian untuk mengembangkan sistem dan alat yang lebih canggih.